Rabu, 29 November 2017

Pengidap HIV Terus Meningkat, Akankah SDGs Tercapai?

Ilustrasi HIV/AIDS

PT BESTPROFIT FUTURES MEDAN

BESTPROFITPerang melawan HIV/AIDS terus dilakukan di seluruh dunia. Tepat tanggal 1 Desember 2017 nanti, semua negara akan memperingati hari AIDS sedunia.

HIV/AIDS memang masalah besar. Pada 2016, tercatat sudah ada lebih dari 36,7 juta jiwa yang hidup dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jumlahnya pun terus meningkat sampai sekarang.

Di Indonesia sendiri, jumlah pengidap terus bertambah setiap tahun. Keadaan ini adalah tantangan berat untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hingga tahun 2030.

Berdasarkan data Laporan Perkembangan HIV/AIDS Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pada 2010-2014, penderita HIV karena aktivitas heteroseksual menduduki jumlah tertinggi. 

Kemudian pada 2015-2017, situasi menjadi lebih rumit karena faktor 'tak diketahui' menjadi lebih dominan, meskipun faktor hubungan heteroseksual juga menjadi salah satu faktor utama meningkatnya jumlah pengidap. BEST PROFIT

Dalam data P2PL sepanjang 2016 hingga trimester kedua 2017, jumlah pengidap laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Kedua tahun menunjukkan, jumlah pengidap laki-laki hampir mencapai 65 persen dari jumlah keseluruhan.

Hingga Juni 2017, P2PL Kemenkes RI mencatat jumlah pengidap HIV banyak berkumpul di provinsi besar Indonesia.

Terbanyak adalah provinsi DKI Jakarta dengan 48.502 orang, disusul oleh Jawa Timur 35.168 orang, Papua 27.052 orang, Jawa Barat 26.066 orang, Jawa Tengah 19,272 orang, serta Bali 15.873 orang.

"Pengidap terbanyak di Indonesia (adalah mereka) pada usia produktif, (yakni) antara umur 20-39 tahun yang tinggi," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Lansung Kemenkes Wiendra Waworunto dalam acara konferensi pers Hari AIDS Sedunia di kawasan Jakarta Selatan. 

Kenaikan pengidap HIV menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mencapai SDGs. Dalam tujuan ketiga, yakni kesehatan yang baik, salah satu target dalam poin 3.3 adalah mengakhiri epidemi AIDS.

Pemeritah juga menargetkan terciptanya 3 Zero, yakni bebas infeksi HIV baru, bebas diksriminasi dan stigma pada pengidap HIV, serta bebas kasus kematian akibat AIDS. PT BESTPROFIT

Wiendra membenarkan, tingginya penularan HIV terjadi melalui aktivitas seksual yang berisiko, baik yang dilakukan dengan pasangan heteroseksual atau homoseksual.

Kondisi ini disebut bisa meningkatkan risiko infeksi menular seksual (IMS). Menurut Wiendra, infeksi IMS memiliki risiko terjangkit HIV tiga hingga lima kali lipat lebih besar.

"Dual proteksi, mencegah terjadinya IMS dan HIV, serta sebagai bagian dari pengobatan dan mencegah pada waktu terjadinya kehamilan. Ini sangat penting juga," kata Wiendra.

Wiendra juga mengajak masyarakat untuk berani memeriksa status kesehatannya. Jika positif mengidap HIV, pengobatan dini dapat mencegah terjadinya penularan baru dan meningkatkan kualitas hidup.

Pasalnya, tak semua pengidap HIV langsung melakukan pengobatan. Rata-rata pengobatan terjadi setelah enam bulan hingga satu tahun setelah dinyatakan status HIV diketahui.

Kemenkes akan mengupayakan kemudahan masyarakat dalam mengakses obat Antiretroviral (ARV) di seluruh provinsi. Meski HIV tak lagi menyandang status sebagai penyakit mematikan, akses mendapatkan ARV masih terbilang sulit didapat.

"HIV itu penyakit kronis yang sama dengan hipertensi dan diabetes. Sama-sama berobat seumur hidup. Tapi hipertensi dan diabetes jauh lebih mudah mendapatkan akses obat sedangkan akses ARV masih terbatas. Tidak semua terdistribusi sampai ke area terpencil," kata Wiendra.

Wiendra yakin bahwa target SDGs itu masih dapat dicapai oleh pemerintah, tetapi keterlibatan dari berbagai pihak masih tetap dibutuhkan. PT BEST PROFIT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar