
PT BESTPROFIT FUTURES MEDAN
Bestprofit "JANGAN melihat kejahatan, jangan dengar hal yang jahat, jangan berbicara jahat” (See no evil, hear no evil, speak no evil)
adalah sebuah pepatah yang telah dikenal oleh dunia. Kata-kata itu
biasanya muncul bersama gambar tiga ekor kera yang duduk dalam satu
baris, masing-masing menutup mata, telinga, dan mulut mereka.
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa pepatah dan ketiga kera tersebut berasal dari sebuah karya pahatan yang terdapat di Kuil Tōshō-gū di Nikko, Jepang. Karya yang dibuat oleh pemahat Hidari Jingoro itu terpampang di atas pintu kuil sejak Abad ke-17.
Diyakini bahwa pepatah tersebut datang ke Jepang dari China pada abad ke-8, sebagai bagian dari filosofi Budha-Tendai. Mereka mewakili tiga dogma yang melambangkan kehidupan seseorang. Panel dengan tiga kera tersebut hanya satu bagian kecil dari rangkaian panel yang lebih besar yang dibuat di kuil tersebut.
Dilansir Vintage News, Rabu (12/7/2017), total delapan panel mewakili 'Kode Perilaku' yang dikembangkan oleh filsuf China terkenal, Konfusius. Dalam Analects of Confucius, kumpulan karya dan ucapan sang filsuf, terdapat sebuah frase serupa.
Antara abad ke-2 dan ke-4 sebelum masehi (SM), kata-kata yang berbunyi, "Jangan melihat apa yang bertentangan dengan kepatutan, jangan dengarkan apa yang bertentangan dengan kepatutan, jangan berbicara apa yang bertentangan dengan kepatutan, jangan bertindak yang bertentangan dengan kepatutan," ditambahkan ke kumpulan ucapan tersebut. Kemungkinan besar, frase asli inilah yang kemudian dipersingkat ketika dibawa ke Jepang.
PT Bestprofit Best Profit
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa pepatah dan ketiga kera tersebut berasal dari sebuah karya pahatan yang terdapat di Kuil Tōshō-gū di Nikko, Jepang. Karya yang dibuat oleh pemahat Hidari Jingoro itu terpampang di atas pintu kuil sejak Abad ke-17.
Diyakini bahwa pepatah tersebut datang ke Jepang dari China pada abad ke-8, sebagai bagian dari filosofi Budha-Tendai. Mereka mewakili tiga dogma yang melambangkan kehidupan seseorang. Panel dengan tiga kera tersebut hanya satu bagian kecil dari rangkaian panel yang lebih besar yang dibuat di kuil tersebut.
Dilansir Vintage News, Rabu (12/7/2017), total delapan panel mewakili 'Kode Perilaku' yang dikembangkan oleh filsuf China terkenal, Konfusius. Dalam Analects of Confucius, kumpulan karya dan ucapan sang filsuf, terdapat sebuah frase serupa.
Antara abad ke-2 dan ke-4 sebelum masehi (SM), kata-kata yang berbunyi, "Jangan melihat apa yang bertentangan dengan kepatutan, jangan dengarkan apa yang bertentangan dengan kepatutan, jangan berbicara apa yang bertentangan dengan kepatutan, jangan bertindak yang bertentangan dengan kepatutan," ditambahkan ke kumpulan ucapan tersebut. Kemungkinan besar, frase asli inilah yang kemudian dipersingkat ketika dibawa ke Jepang.
PT Bestprofit Best Profit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar