PT BESTPROFIT FUTURES MEDAN
BESTPROFIT
- Pemerintah sedang mengkaji kenaikan tarif pajak pertambahan nilai
(PPN). Kenaikan tersebut demi memenuhi kebutuhan keuangan negara
khususnya untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pembiayaan
korporasi, UMKM dan insentif.
"Kenapa kok ada diskusi terkait PPN
yang sempat didiskusikan oleh teman-teman wartawan beberapa hari
terakhir kemarin, bahwa waktu ke waktu kebutuhan akan uang negara yang
dikhususkan untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pembiayaan
korporasi, UMKM, insentif itu mengalami perubahan," kata Dirjen Pajak
Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam konferensi pers di Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Jakarta. PT. BPF MEDAN
Suryo
menjelaskan tahun ini anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan
ekonomi nasional masih tinggi. Kemudian, dia menyebutkan penerimaan
pajak pada 2020 minus 19,7%. Penerimaan kepabeanan dan cukai pun sedikit
turun, dan PNBP juga turun. Sementara pemerintah harus memenuhi
kebutuhan belanja. PT BESTPRO
"Namun
demikian di sisi sebaliknya belanja negara mengalami peningkatan karena
kita memerlukan pengeluaran yang ditujukan untuk penyehatan masyarakat,
menjaga masyarakat khususnya di sisi kesehatan. Kemudian yang kedua
menjaga supaya ekonominya paling tidak bertahan," jelas Suryo. BESTPRO
Dalam mempelajari kenaikan PPN tersebut Ditjen Pajak mengacu pada skema yang sudah ada. Apa saja? Pertama,
single tarif PPN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), tarif PPN berada di
kisaran 5% hingga 15%. PT. BPF
Kedua,
multitarif PPN. Ada beberapa negara yang telah menerapkan skema
tersebut. Multitarif artinya tarif PPN berdasarkan barang regular dan
barang mewah. Perlu dilakukan revisi terhadap UU 46/2009. BEST PROFIT FUTURES
"Yang
jelas saat ini kita sedang mendiskusikannya akan seperti apa,
tergantung hasil assessment-nya apakah single atau multi karena ranahnya
di UU (Undang-Undang)," terang Suryo.
PT BEST PROFIT FUTURES